Disamping sang Ibu, duduk anak putrinya yang berumur kurang lebih 30 tahun. Dari suasana ruang persidangan, tampak bahwa semua sangat benci kedua wanta tersebut. Sang Ibu yang duduk dikursi persaktan tersebut telah membunuh putranya, dengan bantuaan putrinya yang duduk disampingnya.
Suara hakim memecah kesunyiaan yang sempat menyelimuti ruang persidangan, yaitu tatkala hakim melontarkan pertanyaan kepada sang ibu yang malang tersebut.
"Mengapa kau bunuh anakmu?", tanya sang hakim. Sang ibu diam seribu bahasa, tak ada kata sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Maka, hakim lalu mengalihkan pertanyaan pad aanak perempuaannya yang juga duduk sebagai terdakwa. "Kenapa kau bunuh saudaramu?" Perempuan separuh baya itu menjawab, "Bila ibuku berkenan menjawab pertanyaan paduka maka akupun akan menjawab".
Sang hakim lalu menghujani sang ibu dengan berbagai pertanyaan, seraya berusaha untuk menjawab darinya, sehingga perkara pembunuhan ini dapat terungkap, dan pengadilan dapat menjatuhkan hukuman setimpal atas terdakwa yang telah melakukan perbuatan terkeji ini.
Disaat yang sama, jaksa penuntut umum telah mengajukan tuntutannya yang berisi bahwa sang ibu dan putrinya harus dihukum mati, karena keduanya telah bersekongkol untuk melakukan pembunuhan sehingga masyarakat dapat selamat dari kekejamaan dua wanita tersebut.
Sang hakim kembali berkata pada sang ibu, "kamu sekarang tertuduh, melakukan pembunuhan atas anakmu dengan terencana. Hukum mati telah menungggumu maka bicaralah".
Sang ibu tetap membisu seribu bahasa dan tak juga mau membuka mulutnya. Putrinyapun berbuat hal yang sama.
Sang hakim bingung oleh kebisuaan dua wanita yang berada dihadapannya. Apa yang harus dia lakukan terhadap kedua wanita ini, toh mereka tetap diam membisu selama selang waktu hukumam mati dijatuhkan kepada mereka berdua. Dan sikap ini mmembuat para hakim terlibat perdebatan sengit.
Hakim ketua menolak untuk menjatuhkan hukuman dalam masalah tersebut tanpa ingin mendengar alasan kedua terdakwa. Karena hal tersebut bertentangan dengan rasa keadilan.
"Aku punya firasat, wanita itu adalah wanita baik-baik, kata hakim kepala kepada rekan-rekannya.
"Pasti disana ada sesuatu yang memaksanya untuk melakukan tindakan yang seperti ini, jika dia benar-benar telah melakukannya," lanjutnya.
Sang haki lalu membuka berkas perkara wanita tersebut. Dia dapatkan dalam berkas tersebut bahwa wanita tersebut mengakui telah melakukan pembunuhan.
Saat membacanya sang hakim melihat bahwa polisi berhasil menemukan pelaku pembunuhan yang tak lain adalah putrinya yang sekarang duduk sebagai terdakwa. Keterangan ini diperoleh dari seorang anak yang baru berusia 10 tahun, ia berkat abhwa nenek dan ibunya telah membunuh pamannya.
Dalam kasus ini sang hakim melihat adanya kejangggalan, kemudiaan ia menuju keruang sidang, dan mengumumkan kepada hadirin bahwa keputusannya dalam kasus ini terpaksa ditunda.
Selanjutnya sang hakim memanggil anak kecil yang memberi kesaksiaan. Kemudiaan ia mengajaknya bicara disuatu tempat yang jauh dari ruang sidang. Meski dengan penuh kecemasan dan ketakutan, anak tersebut mau untuk mengikuti kemauaan sang hakim.
Setelah berhasil menenangkan anak kecil itu dan membuaatnya tertawa, sang hakim mulai mengajukan beberapa pertanyaan padanya. Dengan polos, anak kecil itu mulai bercerita, bahwa dia tiidak suka pamannya. karena dia suka memukuli neneknya setiap kali minta uang, dan sang nenek tidak memilikinya.
"Lalu apakah nenekmu diam saja, setiap kali pamanmu memukulinya?" Tidak, jawab anak kecil itu. Nenek meneriakinya dengan kata-kata, "kamu mabuk, kamu mabuk," lanjutnya.
Kemudiaan anak kecil itu melanjutkan ceritanya terkait dengan malam yang sangat menakutkan itu. Dimana saat itu dirinya bersama nenek dan ibunya tidur dalam satu ruangan.
masuklah sang paman yang sedang dalam keadaan mabuk berat kekamar mereka, dan berusaha memperkosa keponakannya, yang tak lain adalah dirinya sendiri.
Disaat yang sangat gebting itu, sang nenek dan ibu terbangun. Dengan cepat, sang nenek berlari kedapur dan menyambar pisau yang tergeletak diatas meja makan. Lalu menghujamkannya kepunggung lelaki mabuk tersebut.
Begtu selesai dengan ceritanya, gadis kecil itu tak dapat lagi menguasai dirinya dan menangislah ia.
Adapun sang hakim, ia merasa cukup dengan cerita ini untuk dijadikan sebagai bukti baru atas kasus yang sedang ditanganinya.
kemudiaan dia memanggil kedua wanita tersebut keruang sidang dan menyatakan bahwa sidang kali ini tertutup untuk umum sehinggga para hadirin dimohon keluar ruang sidang.
Sang hakim meminta sekertaris sidang menulis pengakuaan sang ibu yang teraniaya dan terdakwa tersebut.
kemudiaan, sang ibu mulai menceritakan kisah hidupnya yang memilukan. "Suamiku meninggal dunia ketika aku masih muda. lalu aku hidup bersama putra dan putriku. Saat-saat tersebut adalah saat dimana aku meneruh harapan besar terhadap putraku satu-satunya. Aku selalu membayangkan, bagaimana putraku akan menghormati dan menolongku disaat usia mulai menggerogoti kekuatan dan kesehatanku. Aku sangat membutuhkan seorang penanggung jawab yang akan menyelesaikan semua urusan dalam rumah. Dulu aku pernah membayangkan, jika anakku kelak akan menjadi insinyur, dokter, akuntan atau pelajar.
Dan kini putraku telah dewasa. Tapi dia mulai mengenal rokok saat umurnya 15 tahun. Dia juga mulai meminta uang dariku untuk memebeli rokok. Akupun sekalu mengabulkannya. Cintaku pada putraku memang tak kenal batas.
Kondisi tersebut berlanjut sampai putriku menikah, pindah rumah dan ikut suaminya. Tinggallah diriku hidup dirumah tersebut bersama kegagalan, yang berujud pada putraku satu-satunya.
pernah suatu kali, aku masuk kekamar putraku. kulihat anakku sedang menggunakkan heroin. maka aku menangis dengan suara keras, karena menghawatirkan keadaannya.
Ditengah aku mengalami ketakutan, tiba-tiba putraku yang mabuk tersebut beralari keluar rumah setelah terlebih dulu menempeleng wajahku.
Ketika itu hari-hari kulalui dengn rasa takut dan sedih atas keadaan putraku. Aku tidak mampu mengingat peristiwa peristiwa yang mengerikan dan membuat aku takut setiap kali bertemu putraku, yang telah kulhitkan dari rahimku.
Akhir dari semua itu, aku telah melakukan pembunuhan atas putraku," demikiaan sang ibu tersebut menutup ceritanya.
Pada akhirnya persidangan kembali dimulai.
Penjaga ruang sidang membuka, "sidang dimulai." Bersama itu, para haki m mulai memasuki ruang sidang. Ketika hadirin sudah beada dalam ruangan, tak selanng beberapa lama sang hakim kemudiaan menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa kedua wanita tersebut bebas. (Majalah swara qur'an)

0 comments